Nama :
ZUKY IRIANI
NIM :
12155140037
TUGAS ESSAY
“Teori
Pembelajaran yang Paling Sesuai Diterapkan dalam Pembelajaran IPS”
Disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori Pembelajaran IPS, dengan dosen pengampu
Dr. SALAMAH, M.Pd.
=======================================================================
A.
Sekilas
tentang Hubungan Antara Teori Belajar dengan Model Pembelajaran.
Secara ontologi, ilmu sosial meliputi banyak bidang
sehingga memiliki jangkauan materi yang luas. Pada pokoknya terdapat cabang
utama ilmu-ilmu sosial, antara lain:
1.
Antropologi, yang mempelajari tentang budaya
masyarakat suatu etnis tertentu.
2.
Ekonomi, yang mempelajari produksi dan pembagian
kekayaan dalam masyarakat.
3.
Geografi, yang mempelajari lokasi dan variasi
keruangan atas fenomena fisik dan manusia di atas permukaan bumi.
4.
Hukum, yang mempelajari sistem aturan yang telah
dilembagakan.
5.
Linguistik, yang mempelajari aspek kognitif dan sosial
dari bahasa.
6.
Pendidikan, yang mempelajari masalah yang berkaitan
dengan belajar, pembelajaran, serta pembentukan karakter dan moral.
7.
Politik, yang mempelajari pemerintahan sekelompok
manusia (termasuk negara).
8.
Psikologi, yang mempelajari tingkah laku dan proses
mental.
9.
Sejarah, yang mempelajari masa lalu yang berhubungan
dengan umat manusia.
10.
Sosiologi, yang mempelajari masyarakat dan hubungan
antar manusia didalamnya.
Ilmu sosial masih berupa ilmu murni, peleburan ilmu
sosial menjadi Ilmu Pengetahuan Sosial pada dasarnya bertujuan untuk
mempelajari ilmu sosial itu sendiri, namun diperuntukkan bagi dunia pendidikan.
Meskipun demikian, peleburan istilah tersebut tidak menjadikan cakupan materi
yang dipelajari dalam IPS menjadi sempit. Sama halnya dengan ilmu sosial, IPS
pun memiliki jangkauan materi yang sama luasnya dengan ilmu sosial.
Melihat keluasan cakupan materi dalam pembelajaran
IPS, maka tidak ada satu teori belajar pun yang paling ideal untuk segala
situasi dan untuk semua bidang keilmuan yang tercakup dalam IPS. Teori
pembelajaran adalah teori yang menawarkan panduan ekplisit bagaimana membantu
orang belajar dan berkembang lebih baik. Jenis belajar dan pengembangan
mencakup aspek kognitif, emosional, sosial, fisikal, dan spiritual. Aplikasi
teori belajar dalam kegiatan pembelajaran IPS tergantung dari beberapa
hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik
pelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.
Aplikasi teori belajar dalam kegiatan pembelajaran
IPS pada prakteknya merupakan perpaduan dari beberapa aplikasi teori belajar.
Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang tidak hanya out come – oriented, tepai pembelajaran
yang menekankan pada proses. Berpedoman pada pembelajaran yang menekankan
proses sama artinya dengan memastikan agar proses berjalan secara maksimal,
dengan mengoptimalkan peranan guru sebagai fasilitator dan mengoptimalkan
kemampuan peserta didik. Penekanan pada proses justru akan memberikan hasil
yang diharapkan. Hasil pembelajaran akan sesuai yang diharapkan, disamping
tercapainya tujuan pembelajaran yang telah dirancang sebelumnya.
Teori belajar erat kaitannya dengan model
pembelajaran. Aplikasi teori belajar dapat digunakan untuk merancang dan
menentukan model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi dan situasi belajar.
Kondisi dan situasi belajar ini tentu memiliki indikator sebagai aspek-aspek
utama pembelajaran, seperti jenis pembelajaran IPS yang hendak dipelajari,
materi pembelajaran, tujuan pembelajaran, karakter kelas, dan lain sebagainya.
Model pembelajaran yang sesuai untuk diterapkan
dalam pembelajaran IPS sebaiknya mampu mencakup lima unsur pembelajaran berikut
ini:
1. problem-centered, artinya
pembelajaran dilaksanakan dalam rangka memecahkan permasalahan dunia nyata di
sekitar pembelajar;
2. activation, artinya
pembelajaran dikembangkan relevan dengan pengalaman dan mengaktifkan
pengetahuan mahasiswa yang telah dimiliki sebelumnya;
3. demonstration, artinya
pembelajaran yang dikembangkan untuk mempertunjukkan apa yang akan dipelajari
bukannya melulu menceritakan informasi tentang apa yang akan dipelajari;
4. application, artinya
pembelajaran yang dikembangkan untuk menggunakan ketrampilan atau pengetahuan
yang baru mereka untuk memecahkan permasalahan; dan
5. integration,
pembelajaran yang dikembangkan mengintegrasikan ketrampilan atau pengetahuan
yang baru ke dalam kehidupan sehari-hari peserta didik.
Berdasarkan
lima unsur cakupan pembelajaran yang sebaiknya ada dalam proses pembelajaran
IPS, maka penggunaan model pembelajaran yang relevan dan inovatif perlu
dipraktekan di kelas. Namun demikian, mengingat adanya batasan waktu dalam
pembelajaran di kelas, proses pembelajaran perlu dirancang sedemikian rupa agar
mampu memasukkan unsur-unsur tersebut. Bilamana kelima unsur tersebut tidak
dapat diaplikasikan dalam satu kali tatap muka pembelajaran, guru bisa membuat
perancangan pembelajaran yang memasukkan unsur-unsur tersebut secara parsial.
Cara lain agar kelima unsur tersebut dapat menjadi bagian dari pengalaman
belajar peserta didik adalah merancang pembelajaran sedemikian rupa agar
pengalaman belajar yang diperoleh siswa saat pembelajaran di kelas dapat
diaplikasikan atau memiliki andil positif dalam kehidupan siswa sehari-hari. Merencanakan,
menyusun, dan mempraktekkan model pembelajaran di kelas tentu tidak lepas dari
aplikasi teori belajar sebagai fondasinya.
B. Tinjauan Sederhana Mengenai
Teori Belajar Tententu dalam Aplikasi Pembelajaran IPS.
Pada
dasarnya semua teori belajar sangat dibutuhkan dalam aplikasi pembelajaran IPS
di sekolah. Hanya saja, proporsi aplikasi setiap teori tentu saja berbeda.
Penulis memiliki pandangan bahwa dalam aplikasi pembelajaran IPS, sebaiknya
penerapan teori belajar humanistik dijadikan sebagai landasan dalam setiap
pelaksanaan pembelajaran. Pada bagian ini akan dibahas tersendiri. Pelaksanaan
pembelajaran yang baik tidak boleh berpandangan sempit hanya dengan membatasi
penggunaan satu teori belajar saja. Pada bagian ini akan dibahas mengenai
penggunaan teori belajar yang relevan dengan aplikasi pembelajaran IPS di
kelas.
Perlu
digarisbawahi bahwa aplikasi teori humanistik memang menjadi landasan,
sedangkan teori-teori yang lain sebagai penyerta. Namun demikian, meskipun
disebut sebagai penyerta tidak berarti teori-teori selain humanistik
diposisikan atau dianggap kurang penting kedudukannya dalam pembelajaran IPS
yang diselenggarakan.
1. Teori Behavioristik
Dalam pandangan
teori ini, belajar
merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus
dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan
perubahan perilakunya. Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran
behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement).
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan
tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus
untuk merangsang pembelajar dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan
kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi
pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan
tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang
sederhana sampai yang kompleks.
Teori ini tidak
mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan
stimulus dan respon. Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan
adanya variasi tingkat emosi pembelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman
penguatan yang sama. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau
perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut. Teori
behavioristik juga cenderung mengarahkan pembelajar untuk berfikir linier,
konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif.
Pandangan teori
ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa pembelajar menuju atau mencapai target
tertentu, sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan
berimajinasi. Padahal banyak faktor yang mempengaruhi proses belajar, proses
belajar tidak sekedar pembentukan atau shaping. Teori behavioristik
dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar
sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan
metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila
diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Pembelajaran
yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa
pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah
terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan,
sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge)
ke orang yang belajar atau pembelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag
sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga
makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh
karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pembelajar diharapkan akan
memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa
yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Implikasi dari
teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang
gerak yang bebas bagi pembelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan
mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut
bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga
terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pembelajar kurang mampu
untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori
behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur,
maka pembelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan
yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin
menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak
dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam
penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan
keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang
pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai
penentu keberhasilan belajar. Pembelajar atau peserta didik adalah objek yang
berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh
sistem yang berada di luar diri pembelajar.
Tujuan
pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan
pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut
pembelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam
bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan
pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari
bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat,
sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib
dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku
wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Sekilas memang
banyak kelemahan dalam aplikasi teori belajar behavioristik, tetapi pemberian reinforcement baik berupa reward maupun punishment dalam kondisi tertentu mampu mengatasi masalah
pembelajaran. Dalam proses pembelajaran yang dilangsungkan perlu adanya
kedisiplinan, perlu adanya dorongan untuk memotivasi peserta didik dan
menumbuhkan antusiasme belajar mereka. Dalam hal ini aplikasi teori belajar
behavioristik memiliki andil yang besar.
2. Teori Kognitif
Tidak seperti
halnya belajar menurut perspektif behavioris dimana perilaku manusia tunduk
pada peneguhan dan hukuman, pada perspektif kognitif ternyata ditemui tiap
individu justru merencakan respons perilakunya, menggunakan berbagai cara yang
bisa membantu dia mengingat serta mengelola pengetahuan secara unik dan lebih
berarti. Teori belajar yang berasal dari aliran psikologi kognitif ini menelaah
bagaimana orang berpikir, mempelajari konsep dan menyelesaikan masalah. Hal
yang menjadi pembahasan sehubungan dengan teori belajar ini adalah tentang
jenis pengetahuan dan memori.
Menurut
pendekatan kognitif yang mutakhir, elemen terpenting dalam proses belajar
adalah pengetahuan yang dimiliki oleh tiap individu kepada situasi belajar.
Dengan kata lain apa yang telah kita diketahui akan sangat menentukan apa yang
akan menjadi perhatian, dipersepsi, dipelajari, diingat ataupun dilupakan.
Pengetahuan bukan hanya hasil dari proses belajar sebelumnya, tapi juga akan
membimbing proses belajar berikutnya.
3. Teori Disiplin Mental
Teori belajar
disiplin mental menjadi dasar untuk disusunnya strategi dan model pembelajaran
untuk diterapkan bagi siswa. Model pembelajaran yang dimaksud adalah suatu
perencanaan atau suatu pola yang menggunakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran
dalam tutorial serta untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran. Teori
disiplin mental relevan apabila diterapkan dalam sistem pembelajaran, karena
kriteria belajar bagi siswa adalah adanya perubahan perilaku pada diri
individu, perubahan perilaku yang terjadi hasil dari pengalaman, dan perubahan
tersebut relatif menetap.
Berdasarkan
kriteria tersebut tentu saja teori belajar disiplin mental dapat diterapkan
sebagai media untuk menambah pengetahuan untuk perubahan perilaku individu
secara menetap dan berdasarkan hasil pengalaman dalam proses belajar mengajar.
Dalam ranah pembelajaran IPS, teori disiplin mental menjadi dasar untuk
memahami materi dalam pembelajaran, yaitu dengan menggunakan strategi guru
memberikan buku-buku yang relevan kepada siswa untuk dipelajari secara
terus-menerus. Pembelajaran dengan teori ini, mengakselerasi siswa untuk selalu
meningkatkan kemampuannya dan ketrampilannya dengan senantiasa belajar setiap
hari, mempelajari materi-materi setiap hari, sehingga semua kompetensi yang
distandarkan dapat dikuasai.
4. Teori Kultural
Aplikasi belajar kultural
berdasarkan jenis model pembelajaran yang dipakai, harus memenuhi
prinsip-prinsip metodis konstruktivisme, yang melibatkan perananan aspek
lingkungan sosial maupun aspek lingkungan alam. Lebih jauh lagi,
dalam proses pembelajaran yang relevan dengan aplikasi teori belajar kultural,
harus diciptakan suasana belajar yang memungkinkan terjadinya interaksi
sosial. Teori belajar konstruktivisme,
teori belajar ko-konstruktivisme, teori belajar sosial, dan teori belajar sosio
kutural atau teori belajar revolusi-sosio kultural, merupakan jiwa dari
pengembangan pembelajaran aktif, kreatif dan menyenangkan.
Teori belajar
kultural menghendaki agar dalam proses pembelajaran individu dilibatkan secara
aktif dalam suatu setting sosial dan
interaksi sosial. Dengan demikian, proses pembelajaran harus memberikan tempat
bagi nilai-nilai budaya. Pendidikan merupakan salah satu saluran untuk
mewariskan budaya pada generasi muda. Penyelenggaraan pendidikan harus berjalan
dinamis mengikuti perkembangan dan kemajuan jaman, tetapi tetap meneguhkan arti
penting kebudayaan sebagai karakteristik bangsa.
Pembelajaran IPS
tentu tidak bisa meninggalkan aspek-aspek kultur masyarakat. Lingkungan dan
budaya peserta didik memiliki peranan penting dalam membangun persepsi dan
perspektif siswa terhadap pengetahuan dan pengalaman yang ia dapatkan. Posisi
lingkungan dan kultur sebagai pembentuk background individu merupakan modal
(pemahaman awal) sekaligus merupakan produk (keutuhan pemahaman akan hal
tertentu yang diasimilasikan dengan skemata dan informasi baru yang diperoleh
melalui pembelajaran).
5. Teori Sibernetik
Teori belajar
sibernetik merupakan teori belajar yang relatif baru dibandingkan teori-teori
belajar lainnya. Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan
ilmu informasi. Menurut teori sibernetik, belajar adalah pemrosesan informasi.
Teori ini lebih mementingkan sistem informasi dari pesan atau materi yang
dipelajari. Bagaimana proses belajar akan berlangsung sangat ditentukan oleh
sistem informasi dari pesan tersebut.
Dalam
pembelajaran IPS peserta didik perlu diperkenalkan dengan sistem pengolahan
informasi agar proses pembelajaran yang dijalankan senantiasa mengikuti
perkembangan teknologi. Hal-hal yang relevan untuk saat ini difungsikan secara
optimal untuk pengembangan yang bersifat positif. Peserta didik dibekali dengan
kemampuan memanfaatkan teknologi dan pengolahan informasi, tetapi juga dibekali
nilai-nilai yang mampu meng-encounter
imbas negatif dari penggunaan sistem teknologi informasi.
C. Aplikasi Teori Belajar
Humanistik dalam Pembelajaran IPS.
Pada bagian atas, telah
disebutkan bahwa sebaiknya teori belajar humanistik dijadikan sebagai landasan
dalam setiap pembelajaran IPS di kelas. Teori humanistik sebagai landasan
maksudnya, dalam setiap proses pembelajaran yang diselenggarakan, guru harus menerapkan
teori ini dan menjadikannya sebagai dasar berpijak dalam penyusunan rencana
pembelajaran, proses maupun praktek pembelajaran, sampai pada tahap evaluasi
pembelajaran.
Hal ini didasarkan pada
adanya prinsip-prinsip yang patut diterapkan dalam proses pembelajaran.
Pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan prisip-prinsip ini akan memberikan
pengaruh signifikan terhadap keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran.
Keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran tidak sebatas pada penguasaan
kognisi peserta didik, tapi juga meliputi afeksi dan psikomotor. Prinsip-
prinsip belajar humanistik:
1. Manusia
mempunyai belajar alami.
2. Belajar
signifikan terjadi apabila materi plajaran dirasakan murid mempuyai relevansi
dengan maksud tertentu.
3. Belajar
yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya.
4. Tugas
belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasarkan bila ancaman itu
kecil.
5. Bila
bancaman itu rendah terdapat pangalaman siswa dalam memperoleh cara.
6. Belajar
yang bermakna diperolaeh jika siswa melakukannya.
7. Belajar
lancar jika siswa dilibatkan dalam proses belajar.
8. Belajar
yang melibatkan siswa seutuhnya dapat memberi hasil yang mendalam.
Aplikasi teori
humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang
mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran
humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan
motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru
memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk
memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa berperan
sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman
belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri , mengembangkan
potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat
negatif. Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil
belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :
1.
Merumuskan tujuan belajar yang jelas.
2.
Mengusahakan partisipasi aktif siswa
melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur dan positif.
3.
Mendorong siswa untuk mengembangkan
kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri.
4.
Mendorong siswa untuk peka berpikir
kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri.
5.
Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan
pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan
menanggung resiko dariperilaku yang ditunjukkan.
6.
Guru menerima siswa apa adanya, berusaha
memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong
siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses
belajarnya.
7.
Memberikan kesempatan murid untuk maju
sesuai dengan kecepatannya.
8.
Evaluasi diberikan secara individual
berdasarkan perolehan prestasi siswa
Pembelajaran
berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterapkan pada materi-materi
pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan
sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan
aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar
dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.
Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh
pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa
mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau
etika yang berlaku. Berikut adalah ciri-ciri guru yang baik dan kurang baik
menurut Humanistik:
1.
Guru yang baik menurut teori ini adalah:
guru yang memiliki rasa humor, adil, menarik, lebih demokratis, mampu
berhubungan dengan siswa dengan mudah dan wajar. Ruang kelas lebih terbuka dan
mampu menyesuaikan pada perubahan.
2.
Sedangkan guru yang tidak efektif
adalah guru yang memiliki rasa humor yang rendah, mudah menjadi tidak sabar, suka
melukai perasaan siswa dengan komentar yang menyakitkan, bertindak agak
otoriter, dan kurang peka terhadap perubahan yang ada.
DAFTAR BACAAN: