my 24-7 notez

Senin, 14 Januari 2013

Upaya yang dapat dilakukan oleh guru dalam pengembangan kurikulum IPS sesuai tujuan yang diharapkan sampai dapat menyentuh aspek afektif dan aspek psikomotor peserta didik:


Pembelajaran yang utuh adalah pembelajaran yang tidak hanya proses untuk memperoleh keberhasilan dalam pencapaian aspek kognitif saja, tapi harus mampu menyentuh aspek afektif dan psikomotor peserta didik. Aspek afektif berkaitan dengan sikap dan pengembangan karakter peserta didik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial. Psikomotor diartikan sebagai gerak, yang dalam pembelajaran memiliki makna gerak fisik yang dinamis, sehingga mengacu pada kemampuan dan keterampilan peserta didik setelah ia mempelajari sesuatu. Pembelajaran sendiri bertujuan untuk merubah perilaku peserta didik dalam tingkatan yang lebih baik dan ke arah perkembangan yang positif. Berikut ini adalah berbagai upaya yang dapat dilakukan oleh guru dalam pengembangan kurikulum IPS sesuai tujuan yang diharapkan sampai dapat menyentuh aspek afektif dan aspek psikomotor peserta didik:
1)        Guru perlu mengintegrasikan caracter building dalam pembelajaran yang ia selenggarakan.
Dalam menyusun rencana pembelajaran, guru diwajibkan untuk menyertakan nilai-nilai karakter budaya bangsa didalamnya. Terdapat 18 nilai karakter budaya bangsa yang dikembangkan dalam proses pembelajaran di sekolah-sekolan, dengan praktek penerapannya disesuaikan dengan perencanaan pembelajaran yang dibuat oleh guru. Agar caracter building ini benar-benar terlaksana dan benar-benar berfungsi untuk membangun karakter bangsa yang sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila maka diintegrasikan dalam proses pembelajaran yang diselenggarakan di sekolah-sekolah.
Dalam proses pembelajaran yang teruraikan dalam kegiatan pendahuluan, kegiatan inti (yang mencakup eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi, serta kegiatan penutup harus tampak adanya tindakan riil yang dimaksudkan untuk membangun karakter peserta didik. Dengan demikian aspek afektif dan psikomotor peserta didik mendapatkan perhatian dan treatment yang seharusnya.
2)      Guru harus mampu membangun chemistry dengan peserta didik.
Istilah chemistry sering dipakai untuk menggambarkan kesesuaian atau kecocokan dalam suatu hubungan interaksi manusia. Dalam pembelajaran, chemistry menjadi hal yang penting untuk dibangun oleh guru dan peserta didik. Sering kali peserta didik merasa kurang antusias terhadap mata pelajaran tertentu karena berbagai alasan. Pembawaan sikap guru dalam melaksanakan pembelajaran, ternyata mampu mempengaruhi antusiasme belajar peserta didik. Bilamana sikap dan pembawaan guru kurang menyenangkan, maka akan ada ‘jarak’ antara guru dengan peserta didik. Guru harus berupaya untuk menumbuhkan antusiasme positif dalam pembelajaran yang diampunya, dengan cara beradaptasi dengan situasi dan karakter peserta didik.
Membangun chemistry dengan peserta didik sama halnya dengan melakukan pendekatan intrapersonal dengan peserta didik. Guru dapat bersikap terbuka dan selalu siap membantu peserta didik dalam belajar. Guru harus menunjukkan diri sebagai pribadi yang ramah dan mampu memahami kesulitan-kesulitan yang dihadapi peserta didik dalam pembelajarannya. Peserta didik sering kali menempatkan guru sebagai role model yang dianggap patut atau layak untuk ditiru. Sebagai role model, guru harus memiliki sikap yang memang patut dan layak untuk dicontoh. Keberhasilan dalam  membangun chemistry dengan peserta didik akan mampu membawa peserta didik meraih keberhasilan dalam mencapai tujuan pembelajaran yang tidak hanya menyentuh aspek kognitif, tetapi juga aspek afeksi dan psikomotor peserta didik.
3)      Guru harus dapat bertindak sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran.
Sebagai fasilitator, guru memfungsikan dirinya sebagai pembimbing, moderator, sekaligus sebagai evaluator dalam proses pembelajaran. Guru memberikan ruang gerak bagi peserta didik untuk mengembangkan imajinasi, pemikiran, kreativitas, dan inovasi yang dimiliki oleh peserta didik. Ini artinya, melalui pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya, peserta didik dapat secara maksimal mengembangankan kapasitas, kemampuan, dan keterampilan yang dimilikinya. Selain itu peserta didik dapat membagikan pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya untuk mendorong peningkatan kompetensi teman sejawatnya (pears group).
Aktualisasi diri membutuhkan keberanian dan kepercayaan diri. Menjadi seorang fasilitator dalam proses pembelajaran berarti mendorong peserta didik untuk berani mengaktualisasikan dirinya. Afeksi dan psikomotor siswa berkaitan erat dengan pembangunan soft skill peserta didik, yang tidak hanya bermanfaat bagi pembelajaran di sekolah saja, tetapi akan memberikan manfaat bagi peserta didik dalam kehidupannya di tengah-tengah masyarakat.
4)      Ditinjau dari essensi proses pembelajaran, guru perlu merubah paradigma ‘mengajar’ (teaching) menjadi ‘membelajarkan’ (learning how to learn).
Paradigma pembelajaran oleh guru dalam konsep tradisional, guru bertindak sebagai satu-satuya sumber ilmu, sehingga proses pembelajaran justru didominasi oleh guru. Ada perbedaan tajam antara mengajar dan membelajarkan. Mengajar hanya sebatas pada belajar adalah transfer pengetahuan dari guru kepada murid. Lain halnya dengan membelajarkan, dalam membelajarakan proses pembelajaran merupakan keterpaduan andil antara guru dan peserta didik yang saling berinteraksi secara imbang. Guru selain sebagai pembimbing, juga bertindak sebagai partner dalam belajar. Membelajarkan juga berarti memberikan kesempatan pada peserta didik untuk menyampaikan, mengembangkan pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya untuk memperluas pemahaman semua subjek belajar, bahkan termasuk guru.
Guru bukanlah satu-satunya sumber belajar, apalagi kebenaran dan pengetahuan ilmiah tidak selalu berasal dari guru. Dilihat dari sisi aspek afektif, ‘membelajarkan’ berati mengajak peserta didik untuk bersikap demokratis dan memiliki toleransi yang tinggi. Ini karena dalam pembelajaran yang dilaksanakan, setiap subjek belajar berkesempatan untuk mengajukan pendapatnya, baik pendapat yang sejalan maupun yang berbeda. Dilihat dari aspek psikomotor, membelajarkan  berarti porsi peserta didik dalam pembelajaran lebih besar dari pada porsi guru. Dengan demikian, pembelajaran berpusat pada aktivitas peserta didik (learning based on students activities).

Jumat, 04 Januari 2013

ESSAY Teori Belajar yang Paling Sesuai untuk Pembelajaran IPS


Nama              : ZUKY IRIANI
NIM                : 12155140037
TUGAS ESSAY
“Teori Pembelajaran yang Paling Sesuai Diterapkan dalam Pembelajaran IPS”
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori Pembelajaran IPS, dengan dosen pengampu Dr. SALAMAH, M.Pd.
 =======================================================================
A.      Sekilas tentang Hubungan Antara Teori Belajar dengan Model Pembelajaran.
Secara ontologi, ilmu sosial meliputi banyak bidang sehingga memiliki jangkauan materi yang luas. Pada pokoknya terdapat cabang utama ilmu-ilmu sosial, antara lain:
1.         Antropologi, yang mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu.
2.         Ekonomi, yang mempelajari produksi dan pembagian kekayaan dalam masyarakat.
3.         Geografi, yang mempelajari lokasi dan variasi keruangan atas fenomena fisik dan manusia di atas permukaan bumi.
4.         Hukum, yang mempelajari sistem aturan yang telah dilembagakan.
5.         Linguistik, yang mempelajari aspek kognitif dan sosial dari bahasa.
6.         Pendidikan, yang mempelajari masalah yang berkaitan dengan belajar, pembelajaran, serta pembentukan karakter dan moral.
7.         Politik, yang mempelajari pemerintahan sekelompok manusia (termasuk negara).
8.         Psikologi, yang mempelajari tingkah laku dan proses mental.
9.         Sejarah, yang mempelajari masa lalu yang berhubungan dengan umat manusia.
10.     Sosiologi, yang mempelajari masyarakat dan hubungan antar manusia didalamnya.
Ilmu sosial masih berupa ilmu murni, peleburan ilmu sosial menjadi Ilmu Pengetahuan Sosial pada dasarnya bertujuan untuk mempelajari ilmu sosial itu sendiri, namun diperuntukkan bagi dunia pendidikan. Meskipun demikian, peleburan istilah tersebut tidak menjadikan cakupan materi yang dipelajari dalam IPS menjadi sempit. Sama halnya dengan ilmu sosial, IPS pun memiliki jangkauan materi yang sama luasnya dengan ilmu sosial.
Melihat keluasan cakupan materi dalam pembelajaran IPS, maka tidak ada satu teori belajar pun yang paling ideal untuk segala situasi dan untuk semua bidang keilmuan yang tercakup dalam IPS. Teori pembelajaran adalah teori yang menawarkan panduan ekplisit bagaimana membantu orang belajar dan berkembang lebih baik. Jenis belajar dan pengembangan mencakup aspek kognitif, emosional, sosial, fisikal, dan spiritual. Aplikasi teori belajar dalam kegiatan pembelajaran  IPS tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.
Aplikasi teori belajar dalam kegiatan pembelajaran IPS pada prakteknya merupakan perpaduan dari beberapa aplikasi teori belajar. Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang tidak hanya out come – oriented, tepai pembelajaran yang menekankan pada proses. Berpedoman pada pembelajaran yang menekankan proses sama artinya dengan memastikan agar proses berjalan secara maksimal, dengan mengoptimalkan peranan guru sebagai fasilitator dan mengoptimalkan kemampuan peserta didik. Penekanan pada proses justru akan memberikan hasil yang diharapkan. Hasil pembelajaran akan sesuai yang diharapkan, disamping tercapainya tujuan pembelajaran yang telah dirancang sebelumnya.
Teori belajar erat kaitannya dengan model pembelajaran. Aplikasi teori belajar dapat digunakan untuk merancang dan menentukan model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi dan situasi belajar. Kondisi dan situasi belajar ini tentu memiliki indikator sebagai aspek-aspek utama pembelajaran, seperti jenis pembelajaran IPS yang hendak dipelajari, materi pembelajaran, tujuan pembelajaran, karakter kelas, dan lain sebagainya.
Model pembelajaran yang sesuai untuk diterapkan dalam pembelajaran IPS sebaiknya mampu mencakup lima unsur pembelajaran berikut ini:
1.      problem-centered, artinya pembelajaran dilaksanakan dalam rangka memecahkan permasalahan dunia nyata di sekitar pembelajar;
2.      activation, artinya pembelajaran dikembangkan relevan dengan pengalaman dan mengaktifkan pengetahuan mahasiswa yang telah dimiliki sebelumnya;
3.      demonstration, artinya pembelajaran yang dikembangkan untuk mempertunjukkan apa yang akan dipelajari bukannya melulu menceritakan informasi tentang apa yang akan dipelajari;
4.      application, artinya pembelajaran yang dikembangkan untuk menggunakan ketrampilan atau pengetahuan yang baru mereka untuk memecahkan permasalahan; dan
5.      integration, pembelajaran yang dikembangkan mengintegrasikan ketrampilan atau pengetahuan yang baru ke dalam kehidupan sehari-hari peserta didik.
Berdasarkan lima unsur cakupan pembelajaran yang sebaiknya ada dalam proses pembelajaran IPS, maka penggunaan model pembelajaran yang relevan dan inovatif perlu dipraktekan di kelas. Namun demikian, mengingat adanya batasan waktu dalam pembelajaran di kelas, proses pembelajaran perlu dirancang sedemikian rupa agar mampu memasukkan unsur-unsur tersebut. Bilamana kelima unsur tersebut tidak dapat diaplikasikan dalam satu kali tatap muka pembelajaran, guru bisa membuat perancangan pembelajaran yang memasukkan unsur-unsur tersebut secara parsial. Cara lain agar kelima unsur tersebut dapat menjadi bagian dari pengalaman belajar peserta didik adalah merancang pembelajaran sedemikian rupa agar pengalaman belajar yang diperoleh siswa saat pembelajaran di kelas dapat diaplikasikan atau memiliki andil positif dalam kehidupan siswa sehari-hari. Merencanakan, menyusun, dan mempraktekkan model pembelajaran di kelas tentu tidak lepas dari aplikasi teori belajar sebagai fondasinya.

B.       Tinjauan Sederhana Mengenai Teori Belajar Tententu dalam Aplikasi Pembelajaran IPS.
Pada dasarnya semua teori belajar sangat dibutuhkan dalam aplikasi pembelajaran IPS di sekolah. Hanya saja, proporsi aplikasi setiap teori tentu saja berbeda. Penulis memiliki pandangan bahwa dalam aplikasi pembelajaran IPS, sebaiknya penerapan teori belajar humanistik dijadikan sebagai landasan dalam setiap pelaksanaan pembelajaran. Pada bagian ini akan dibahas tersendiri. Pelaksanaan pembelajaran yang baik tidak boleh berpandangan sempit hanya dengan membatasi penggunaan satu teori belajar saja. Pada bagian ini akan dibahas mengenai penggunaan teori belajar yang relevan dengan aplikasi pembelajaran IPS di kelas.
Perlu digarisbawahi bahwa aplikasi teori humanistik memang menjadi landasan, sedangkan teori-teori yang lain sebagai penyerta. Namun demikian, meskipun disebut sebagai penyerta tidak berarti teori-teori selain humanistik diposisikan atau dianggap kurang penting kedudukannya dalam pembelajaran IPS yang diselenggarakan.
1.      Teori Behavioristik
Dalam pandangan teori ini, belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang pembelajar dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang kompleks.
Teori ini tidak mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan respon. Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi pembelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut. Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan pembelajar untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif.
Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa pembelajar menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang mempengaruhi proses belajar, proses belajar tidak sekedar pembentukan atau shaping. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pembelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pembelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pembelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pembelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka pembelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pembelajar atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pembelajar.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut pembelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Sekilas memang banyak kelemahan dalam aplikasi teori belajar behavioristik, tetapi pemberian reinforcement baik berupa reward maupun punishment dalam kondisi tertentu mampu mengatasi masalah pembelajaran. Dalam proses pembelajaran yang dilangsungkan perlu adanya kedisiplinan, perlu adanya dorongan untuk memotivasi peserta didik dan menumbuhkan antusiasme belajar mereka. Dalam hal ini aplikasi teori belajar behavioristik memiliki andil yang besar.

2.      Teori Kognitif
Tidak seperti halnya belajar menurut perspektif behavioris dimana perilaku manusia tunduk pada peneguhan dan hukuman, pada perspektif kognitif ternyata ditemui tiap individu justru merencakan respons perilakunya, menggunakan berbagai cara yang bisa membantu dia mengingat serta mengelola pengetahuan secara unik dan lebih berarti. Teori belajar yang berasal dari aliran psikologi kognitif ini menelaah bagaimana orang berpikir, mempelajari konsep dan menyelesaikan masalah. Hal yang menjadi pembahasan sehubungan dengan teori belajar ini adalah tentang jenis pengetahuan dan memori.
Menurut pendekatan kognitif yang mutakhir, elemen terpenting dalam proses belajar adalah pengetahuan yang dimiliki oleh tiap individu kepada situasi belajar. Dengan kata lain apa yang telah kita diketahui akan sangat menentukan apa yang akan menjadi perhatian, dipersepsi, dipelajari, diingat ataupun dilupakan. Pengetahuan bukan hanya hasil dari proses belajar sebelumnya, tapi juga akan membimbing proses belajar berikutnya.
3.      Teori Disiplin Mental
Teori belajar disiplin mental menjadi dasar untuk disusunnya strategi dan model pembelajaran untuk diterapkan bagi siswa. Model pembelajaran yang dimaksud adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang menggunakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial serta untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran. Teori disiplin mental relevan apabila diterapkan dalam sistem pembelajaran, karena kriteria belajar bagi siswa adalah adanya perubahan perilaku pada diri individu, perubahan perilaku yang terjadi hasil dari pengalaman, dan perubahan tersebut relatif menetap.
Berdasarkan kriteria tersebut tentu saja teori belajar disiplin mental dapat diterapkan sebagai media untuk menambah pengetahuan untuk perubahan perilaku individu secara menetap dan berdasarkan hasil pengalaman dalam proses belajar mengajar. Dalam ranah pembelajaran IPS, teori disiplin mental menjadi dasar untuk memahami materi dalam pembelajaran, yaitu dengan menggunakan strategi guru memberikan buku-buku yang relevan kepada siswa untuk dipelajari secara terus-menerus. Pembelajaran dengan teori ini, mengakselerasi siswa untuk selalu meningkatkan kemampuannya dan ketrampilannya dengan senantiasa belajar setiap hari, mempelajari materi-materi setiap hari, sehingga semua kompetensi yang distandarkan dapat dikuasai.
4.      Teori Kultural
Aplikasi belajar kultural berdasarkan jenis model pembelajaran yang dipakai, harus memenuhi prinsip-prinsip metodis konstruktivisme, yang melibatkan perananan aspek lingkungan sosial maupun aspek lingkungan alam. Lebih jauh lagi, dalam proses pembelajaran yang relevan dengan aplikasi teori belajar kultural, harus diciptakan suasana belajar yang memungkinkan terjadinya interaksi sosial.  Teori belajar konstruktivisme, teori belajar ko-konstruktivisme, teori belajar sosial, dan teori belajar sosio kutural atau teori belajar revolusi-sosio kultural, merupakan jiwa dari pengembangan pembelajaran aktif, kreatif dan menyenangkan.
Teori belajar kultural menghendaki agar dalam proses pembelajaran individu dilibatkan secara aktif dalam suatu setting sosial dan interaksi sosial. Dengan demikian, proses pembelajaran harus memberikan tempat bagi nilai-nilai budaya. Pendidikan merupakan salah satu saluran untuk mewariskan budaya pada generasi muda. Penyelenggaraan pendidikan harus berjalan dinamis mengikuti perkembangan dan kemajuan jaman, tetapi tetap meneguhkan arti penting kebudayaan sebagai karakteristik bangsa.
Pembelajaran IPS tentu tidak bisa meninggalkan aspek-aspek kultur masyarakat. Lingkungan dan budaya peserta didik memiliki peranan penting dalam membangun persepsi dan perspektif siswa terhadap pengetahuan dan pengalaman yang ia dapatkan. Posisi lingkungan dan kultur sebagai pembentuk background individu merupakan modal (pemahaman awal) sekaligus merupakan produk (keutuhan pemahaman akan hal tertentu yang diasimilasikan dengan skemata dan informasi baru yang diperoleh melalui pembelajaran).
5.      Teori Sibernetik
Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang relatif baru dibandingkan teori-teori belajar lainnya. Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu informasi. Menurut teori sibernetik, belajar adalah pemrosesan informasi. Teori ini lebih mementingkan sistem informasi dari pesan atau materi yang dipelajari. Bagaimana proses belajar akan berlangsung sangat ditentukan oleh sistem informasi dari pesan tersebut.
Dalam pembelajaran IPS peserta didik perlu diperkenalkan dengan sistem pengolahan informasi agar proses pembelajaran yang dijalankan senantiasa mengikuti perkembangan teknologi. Hal-hal yang relevan untuk saat ini difungsikan secara optimal untuk pengembangan yang bersifat positif. Peserta didik dibekali dengan kemampuan memanfaatkan teknologi dan pengolahan informasi, tetapi juga dibekali nilai-nilai yang mampu meng-encounter imbas negatif dari penggunaan sistem teknologi informasi.

C.      Aplikasi Teori Belajar Humanistik dalam Pembelajaran IPS.
Pada bagian atas, telah disebutkan bahwa sebaiknya teori belajar humanistik dijadikan sebagai landasan dalam setiap pembelajaran IPS di kelas. Teori humanistik sebagai landasan maksudnya, dalam setiap proses pembelajaran yang diselenggarakan, guru harus menerapkan teori ini dan menjadikannya sebagai dasar berpijak dalam penyusunan rencana pembelajaran, proses maupun praktek pembelajaran, sampai pada tahap evaluasi pembelajaran.
Hal ini didasarkan pada adanya prinsip-prinsip yang patut diterapkan dalam proses pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan prisip-prinsip ini akan memberikan pengaruh signifikan terhadap keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran. Keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran tidak sebatas pada penguasaan kognisi peserta didik, tapi juga meliputi afeksi dan psikomotor. Prinsip- prinsip belajar humanistik:
1.      Manusia mempunyai belajar alami.
2.      Belajar signifikan terjadi apabila materi plajaran dirasakan murid mempuyai relevansi dengan maksud tertentu.
3.      Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya.
4.      Tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasarkan bila ancaman itu kecil.
5.      Bila bancaman itu rendah terdapat pangalaman siswa dalam memperoleh cara.
6.      Belajar yang bermakna  diperolaeh jika siswa melakukannya.
7.      Belajar lancar jika siswa dilibatkan dalam proses belajar.
8.      Belajar yang melibatkan siswa seutuhnya dapat memberi hasil yang mendalam.
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri , mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif. Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :
1.         Merumuskan tujuan belajar yang jelas.
2.         Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur dan positif.
3.         Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri.
4.         Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri.
5.         Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dariperilaku yang ditunjukkan.
6.         Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
7.         Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya.
8.         Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku. Berikut adalah ciri-ciri guru yang baik dan kurang baik menurut Humanistik:
1.         Guru yang baik menurut teori ini adalah: guru yang memiliki rasa humor, adil, menarik, lebih demokratis, mampu berhubungan dengan siswa dengan mudah dan wajar. Ruang kelas lebih terbuka dan mampu menyesuaikan  pada perubahan.
2.         Sedangkan guru  yang tidak efektif adalah guru yang memiliki rasa humor yang rendah, mudah menjadi tidak sabar, suka melukai perasaan siswa dengan komentar yang menyakitkan, bertindak agak otoriter, dan kurang peka terhadap perubahan yang ada.

DAFTAR BACAAN:
1.      Alfonsus Sam. Resume Materi Learning Theory. Diunduh dari   http://aphonkssam.blogspot.com/2012/06/resume-materi-learning-2.html, diakses pada Rabu, 31 Oktober 2012.
3.      Dire la vérité. Teori Belajar dan Penerapannya dalam IPS. Diunduh dari  http://dire-laverite.blogspot.com/2012/03/teori-teori-belajar-dan-penerapannya.html, diakses pada 30 Desember 2012.
4.      Halim Sani. Teori-Teori Sosial dari Ilmu-Sosial Sekuleristik Menuju Ilmu Sosial Integralistik. Diunduh dari http://halimsani.wordpress.com/2007/09/06/teori-teori-sosial-dari-ilmu-sosial-sekuleristik-menuju-ilmu-sosial-intergralistik/, diakses pada 29 Desember 2012.
5.      M. Muchad. Teori Ilmu Sosial dan Hakikat Tujuan Ilmu Sosial. Diunduh dari http://muchad.com/teori-ilmu-sosial-hakikat-tujuan-ilmu-sosial-dasar.html, diakses pada 29 Desember 2012.
6.      Supri Hartanto. Pembedaan IPA dan IPS dalam Perspektif Ontologi dan Epistemologi. Diunduh dari http://mkalahmu.wordpress.com/2010/11/03/perbedaan-ipa-dan-ips-epistemologi.html, diakses pada 29 Desember 2012.