my 24-7 notez

Minggu, 31 Maret 2013

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Pembelajaran.


Melaksanakan suatu pembelajaran harus diawali dengan kegiatan perencanaan pembelajaran. Perencanaan memiliki fungsi penting agar pembelajaran menjadi lebih terarah. Dalam membuat perencanaan pembelajaran, banyak aspek yang harus dipertimbangkan oleh guru. Oleh karenanya agar pelaksanaan pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan dapat meraih tujuan yang diharapkan, maka dalam menyusun learning design perlu memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode pembelajaran. Berikut ini merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode pembelajaran, antara lain:
1.      Faktor peserta didik.
a.      Perbedaan jenjang pendidikan.
Pemilihan suatu metode pembelajaran, harus menyesuaikan tingkatan jenjang pendidikan siswa. Pertimbangan yang menekankan pada perbedaan jenjang pendidikan ini adalah pada kemampuan peserta didik, apakah sudah mampu untuk berpikir abstrak atau belum. Penerapan suatu metode yang sederhana dan yang kompleks tentu sangat berbeda, dan keduanya berkaitan dengan tingkatan kemampuan berpikir dan berperilaku peserta didik pada setiap jenjangnya.
Sebagai contoh, pemilihan metode pembelajaran untuk anak kelas satu SD biasanya dengan metode belajar yang sederhana dan menyenangkan, karena tingkatan berpikirnya masih kongkret. Misalnya saat membahas mengenai ‘saling berbagi’, guru harus menunjukkan dan mengajak peserta didiknya untuk saling berbagi, dengan cara membagi makanan maupun saling berbagi mainan dengan cara mempraktekannya. Berbeda pada metode pembelajaran yang diterapkan pada anak pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi, misalnya SMP dan SMA. Saat membahas mengenai ‘saling berbagi’ cukup dengan melakukan diskusi, karena pada tahap ini mereka sudah memiliki kemampuan berpikir abstrak dan analitis.
Semakin tinggi tingkatan berpikirnya, maka pemilihan metode pembelajaran yang diterapkan dapat semakin kompleks. Ini berkaitan dengan pemahaman siswa, pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya, serta kebutuhan akan aktualisasi diri yang bersifat lebih kompleks. Kebutuhan akan aktualisasi diri yang lebih kompleks menunjuk pada motif peserta didik dalam tingkatan partisipasi pembelajaran yang dilakukan.
Pada usia anak-anak, aktualisai diri biasanya didasari karena: (1) pujian; (2) perasaan malu karena teman yang lain aktif, sehingga ia terdorong untuk turut aktif; (3) perasaan segan maupun takut pada guru; (4) karena memang siswa mampu; (5) perasaan senang terhadap guru maupun mata pelajaran tertentu; (6) keinginan untuk mendapatkan nilai lebih sebagai hasil pencapaian belajar. Berbeda dengan motivasi aktualisasi diri pada peserta didik yang tergolong usia remaja dan dewasa, aktualisasi diri selain dimotivasi hal-hal diatas bisa didorong oleh alasan yang bersifat lebih kompleks, seperti: (1) keinginan untuk maju dan meningkatkan kualitas diri; (2) idealisme; (3) sosialisasi ide atau gagasan sebagai hasil pemikiran; serta (4) keinginan untuk mendapatkan respons dari warga belajar atas partisipasinya.  
b.      Latar belakang peserta didik.
Latar belakang peserta didik dapat ditelusur dari keluarga, pola didik, pola asuh, kondisi-kondisi tertentu (ekonomi, sosial, budaya, anak berkebutuhan khusus, dan lain sebagainya). Prakarsa belajar seseorang sangat dipengaruhi oleh individual culture yang besangkutan. Individual culture terbentuk dari pola asuh dan pola didik seseorang dalam lingkungan keluarganya yang dipengaruhi oleh berbagai faktor perkembangan individu. Meskipun tidak signifikan, atau pengaruhnya kecil sebagai pertimbangan dalam pemilihan metode pembelajaran, namun untuk kondisi-kondisi khusus, latar belakang peserta didik perlu mendapat perhatian yang besar. Contoh, pemilihan metode pembelajaran bagi anak-anak sekolah luar biasa harus memberikan perlakuan khusus, sehingga metode pembelajaran yang digunakan akan mampu mencapai tujuan yang diharapkan.
c.       Tingkat intelektualitas.
Pada bagian ini yang dimaksud dengan tingkat intelektualitas, mencakup gaya belajar dan daya serap peserta didik dalam mengolah informasi dan menyerap substansi pembelajaran yang dilakukan. Gaya belajar yakni, melalui apa siswa mampu menangkap dan memahami pembelajaran. Kategorinya antara lain gaya belajar audiotori, visual, atau audio – visual. Daya serap, adalah seberapa cepat dan seberapa besar kemampuan siswa dalam menyerap informasi, dan proses pembelajaran secara keseluruhan. Apakah siswa termasuk cepat, lambat, atau tengah – tengah, dalam menyerap pembelajaran.
Dalam satu kelas tidak menutup kemungkinan terdapat rentang yang terlalu lebar terkait gaya belajar dan daya serap peserta didik. Rentang yang terlalu lebar tersebut akan menimbulkan suatu ‘gap’ dalam pelaksanaan pembelajaran. Sebagian siswa mungkin terlalu cepat menangkap informasi namun sebagian yang lain justru sulit dan lamban dalam menangkap informasi. Oleh karenanya, pemilihan metode belajar yang mampu mengatasi ‘gap’ dan menyatukan perbedaan dengan bentangan yang luas menjadi suatu keharusan bagi guru, dalam menentukan metode pembelajaran yang efektif dan efisien.
2.      Faktor dinamika kelas.
a.      Jumlah peserta didik.
Jumlah peserta didik dalam satu kelas perlu menjadi pertimbangan dalam pemilihan metode pembelajaran yang tepat. Meskipun pemerintah telah mengeluarkan aturan baku mengenai standar jumlah peserta didik dalam satu kelas, namun kenyataannya aturan tersebut masih belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Kekurangan jumlah peserta didik dalam satu kelas disebabkan karena minat dan berbagai alasan lain, sehingga terjadi kekurangan siswa. Lain halnya dengan kelas yang jumlah siswanya justru over capasity. Masih banyak sekolah-sekolah yang menerima murid dalam jumlah yang besar namun tidak memiliki kapasitas ruang yang memadai, sehingga dalam satu ruangan kelas dipenuhi oleh jumlah siswa yang melebihi dari 32 orang.
Hal ini berpengaruh pada efektifitas pembelajaran. Dalam kelas yang jumlah peserta didiknya melampau batas, guru akan kewalahan mengampu pembelajaran. Pencapaian tujuan belajar akan menjadi lebih sulit karena ketidakseimbangan antara porsi maksimal perhatian dan penanganan yang dapat diberikan guru, dengan kondisi besarnya jumlah siswa yang akan menimbulkan berbagai keruwetan. Kelas yang over capasity, cenderung sulit diatur, gaduh, peserta didik sulit untuk memfokuskan perhatian secara konsisten terhadap pelaksanaan pembelajaran dan berbagai masalah lainnya.
Pemilihan metode yang tepat akan mampu menciptakan suasana pembelajaran yang memberdayakan. Artinya, dengan penggunaan metode tersebut setiap peserta didik tidak luput dari perolehan peran dan porsi keterlibatan dalam pembelajaran. Sebagai contoh, dalam kelas besar, berisi 43 siswa, tidak terdapat rombel sehingga tidak ada team teaching. Kondisi ini mengharuskan guru benar-benar dalam posisi sebagai ‘single fighter’ menghadapi sekian banyak siswa yang berpotensi menimbulkan kegaduhan. Pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), materi pembelajaran adalah mengenai empat sikap politik, yakni: (1) sikap politik radikal; (2) sikap politik liberal; (3) sikap politik moderat; dan (4) sikap politik status quo. Guru menggunakan metode pembelajaran individual job – grouping in cluster yang ia kembangkan sendiri.
Aplikasi metode ini adalah dengan memberikan penjelasan singkat pada peserta didik mengenai keempat sikap politik tersebut, kemudian menugasi siswa secara individu untuk menuliskan dalam kartu jawab mengenai à pengertian dan contoh kongkret sikap politik radikal, liberal, moderat, dan status qou. Satu orang peserta didik memperoleh satu sikap politik. Setelah waktu yang ditentukan, guru mengelompokkan siswa dengan sikap politik sejenis dalam kelompok-kelompok cluster dengan posisi tempat duduk memanjang dari depan ke belakang. Diskusi mengenai sikap politik segera dilakukan. Secara singkat dapat dijelaskan, pada metode ini siswa mengerjakan latihan soal pada awalnya à kemudian dikelompokkan dalam tugas yang sejenis, dengan kata lain individual learning dikembangkan menjadi cooperatif learning.
Mengetahui seluk beluk kondisi kelas dan peserta didik tidak hanya sebagai suatu keharusan bagi guru, tetapi harus dijadikan sebagai prisip pelaksanaan pembelajaran yang mantap dan profesional. Dengan demikian guru dapat mengatasi permasalahan yang muncul dalam pembelajaran yang diampunya. Guru memiliki kebebasan dalam mengembangkan ide-ide dan kreatifitasnya demi kemajuan kualitas pembelajaran di kelasnya.
b.      Karakter kelas.
Pemilihan metode pembelajaran harus memperhatikan karakter kelas. Karakter kelas menyangkut sifat dan sikap peserta didik dalam tataran umum untuk ruang lingkup kelas. Guru harus memiliki ketajaman pandangan dan mampu menilai karakter yang dimiliki oleh kelas-kelas yang diampunya. Setiap kelas memiliki karakternya masing-masing. Salah satu keterampilan wajib seorang guru adalah dalam hal penguasaan kelas. Penguasaan kelas bukan diartikan guru dominan dan diktatoris, tapi guru sangat mengenali dan memahami secara mendalam karakter kelas yang diampunya.
Mengenali dan memahami karakter kelas memerlukan cara tersendiri. Cara yang bisa dilakukan untuk mengetahui karakter kelas adalah dari sikap yang paling dominan yang dimiliki kelas tersebut, dimana sikap dominan tersebut merupakan sikap yang mencirikan (membedakan) kelas tersebut dengan kelas lainnya. Ini berarti setiap kelas memiliki ciri khas sendiri-sendiri. Sikap dominan bisa ditelusur dari indikasi-indikasi seperti yang tampak, antara lain:
1.)      Seberapa kooperatifkah warga belajar.
Dalam menjalankan tugasnya, tidak jarang guru mendapatkan reaksi penolakan dari peserta didik. Reaksi penolakan tersebut biasanya ditunjukkan dengan sikap tidak senang terhadap mata pelajaran atau tidak senang pada gurunya, yang diperlihatkan pada saat pembelajaran berlangsung. Sikap penolakan ini bisa berlangsung sementara atau bahkan akan terus berlangsung, bilamana guru tidak segera berupaya melakukan tindakan-tindakan untuk mengatasinya.
Kelas yang kooperatif adalah kelas yang mampu dan bisa ‘diajak’ bekerjasama. Hal ini tampak dari sebagian besar peserta didik mengikuti pelajaran dengan sungguh-sungguh, sehingga suasana kelas cenderung kondusif, pembelajaran dapat berjalan dengan sangat baik. Namun jika keadaan sebaliknya, seperti kegaduhan yang melebihi batas, peserta didik malas dan enggan menunjukkan partisipasi yang diharapakan dalam proses pembelajaran, ini tandanya kelas tersebut perlu mendapatkan pendekatan dari guru agar lebih kooperatif.
Menciptakan kelas yang kooperatif menjadi bagian penting dari tugas guru. Tujuan pembelajaran dicapai tidak hanya oleh dan untuk peserta didik saja, tetapi dicapai secara bersama-sama antara guru dan peserta didik.
2.)      Adakah kelompok dominan dalam kelas tersebut.
Seorang guru, pasti pernah menjadi murid. Saat menjadi murid, guru pernah mengalami masa-masa di sekolah, dimana di kelas selalu saja ada kelompok teman-teman sekelas yang memiliki ‘power’ sehingga mendominasi kelas. Berbekal pengalaman tersebut, guru harus memiliki kejelian dalam memetakan kondisi siswanya secara individu, maupun secara berkelompok. Mengidentifikasi keberadaan kelompok dominan dalam kelas akan memudahkan guru memegang kendali kelas.
Tidak berlebihan manakala hukum ‘people sovereignity’ juga terjadi di ruang-ruang kelas di sekolah. Kelompok dominan di kelas biasanya mampu mengontrol situasi kelas sesuai yang mereka inginkan. Jika yang berkembang adalah kelompok dominan dengan kebiasaan negatif, maka situasi kelas akan tidak kondusif untuk pelaksanaan pembelajaran. Peserta didik akan cenderung gaduh, tidak kooperatif, bahkan menunjukkan sikap yang memojokkan guru.
Menghadapi situasi demikian, guru perlu memiliki kemampuan interpersonal dan ketepatan dalam pemilihan metode pembelajaran yang tepat. Pemilihan metode belajar yang tepat pada kenyataanya mampu mengatasi masalah dominasi kelompok tertentu dalam lingkup kelas.
3.)      Bagaimana performa dan tingkat partisipasinya.
Menelusur karakter kelas, juga dapat dilakukan dengan mengamati performa dan tingkat partisipasi peserta didik baik secara individu maupun berkelompok, dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Guru biasanya akan mudah menilai bagaimana performa dan partisipasi siswa dalam pembelajaran. Penilaian tersebut kemudian akan memunculkan pandangan apakah kelas tersebut termasuk kelas aktif atau kelas pasif. Pemilihan metode pembelajaran untuk kelas aktif tidak akan menyulitkan guru dalam menentukan metode mana yang akan digunakan. Berbeda dengan kelas pasif, guru harus memilih metode mana yang cocok agar dengan metode tersebut mampu mendorong tingkat partisipasi peserta didik dan memunculkan performa mereka.
3.      Faktor ketersediaan fasilitas pembelajaran.
Fasilitas pembelajaran berfungsi untuk memudahkan proses pembelajaran dan pemenuhan kebutuhan proses pembelajaran. Bagi sekolah yang telah memiliki fasilitas pembelajaran yang lengkap, ketersediaan fasilitas belajar bukan lagi suatu kendala. Namun demikian tidak semua sekolah memiliki fasilitas pembelajaran dengan standar yang diharapkan. Keadaan tersebut hendaknya tidak menjadi suatu hambatan bagi guru dalam merancang pembelajaran yang tetap mampu menjangkau tujuan pembelajaran. Dalam kondisi tertentu, guru-guru yang memiliki semangat dan komitmen yang kuat tetap mampu menyelenggarakan pembelajaran yang menarik, menyenangkan, dan mampu mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Manakala sekolah mengalami keterbatasan dalam penyediaan fasilitas pembelajaran, pemilihan metode pembelajaran merupakan jalan keluar yang paling relevan agar pembelajaran tetap menarik, menyenangkan, dan dapat memberikan goal yang ingin dicapai. Sebagai contoh, dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), peserta didik harus mencari informasi mengenai pandangan masyarakat terhadap aktor-aktor politik di Indonesia. Saat ini banyak sekolah-sekolah yang telah dilengkapi dengan fasilitas internet Wi Fi, sehingga semua warga sekolah dapat mengakses internet dengan mudah. Tetapi tidak sedikit pula sekolah yang belum memiliki kemampuan untuk menyediakan fasilitas ini.
Penggunaan perpustakaan sebagai fasilitas subtitusi (pengganti penggunaan internet) bisa dilakukan. Akan tetapi ada cara yang lebih ‘menghidupkan’ suasana pembelajaran dibandingkan menggunakan perpustakaan. Guru dapat memilih menggunakan metode pembelajaran wawancara. Siswa diminta mewawancarai warga sekolah untuk menjaring informasi mengenai pendapat mereka terhadap aktor-aktor politik di Indonesia. Dalam hal ini ketiadaan fasilitas internet dapat digantikan dengan pemilihan metode pembelajaran yang tepat. Justru dengan metode ini guru dan peserta didik akan mendapatkan nilai tambah, yakni adanya pola interaksi langsung antara peserta didik dengan masyarakat yang diwawancarai. Disamping menambah kepercayaan diri, serta memupuk keberanian peserta didik. Rasa optimis adalah kunci utama untuk menciptakan pembelajaran yang berkualitas ditengah-tengah kekurangan yang ada.
4.      Faktor tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.
Setiap pelaksanaan pembelajaran tentu memiliki tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Penyelenggaraan pembelajaran bertujuan agar pesera didik sebagai warga belajar akan memperoleh pengalaman belajar dan menunjukkan perubahan perilaku, dimana perubahan tersebut bersifat positif dan bertahan lama. Kalimat tersebut dapat dimaknai bahwa pembelajaran yang berhasil adalah pembelajaran yang tidak hanya akan menambah pengetahuan peserta didik tetapi juga berpengaruh terhadap sikap dan cara pandang peserta didik terhadap realitas kehidupan.
Pemilihan metode pembelajaran yang tepat akan mampu menjadikan peserta didik meraih tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Sebagai contoh, pada mata pelajaran Geografi dirumuskan dua tujuan pembelajaran, antara lain: (1) agar siswa memahami dampak pemanasan global bagi lingkungan; dan (2) agar siswa mampu menunjukkan sikap mencintai lingkungan dan alam. Demi tercapainya kedua tujuan pembelajaran tersebut, guru menggunakan metode resitasi. Dalam tugas resitasi ini guru meminta siswa untuk mengumpulkan informasi mengenai dampak pemanasan global bagi lingkungan, selain itu siswa diminta untuk melakukan aksi nyata kepedulian dan cinta terhadap lingkungan dan alam. Guru menghendaki agar siswa mengumpulkan laporan tugas dan bukti aksi nyata kepedulian dan cinta siswa terhadap lingkungan dan alam.
Dalam jangka waktu yang ditentukan penugasan resitasi telah membuat siswa berhasil menyusun laporan mengenai dampak pemanasan global terhadap lingkungan. Sebagai aksi nyata sikap peduli dan cinta terhadap lingkungan dan alam, siswa menunjukkan berbagai macam ide maupun tindakan nyata berkaitan dengan hal tersebut. Terdapat siswa yang secara gencar mensosialisasikan gerakan-gerakan mencintai lingkungan dan alam dengan memanfaatkan situs jejaring sosial dan membentuk komunitas pecinta lingkungan dan alam di dunia maya; terdapat siswa yang memanfaatkan sampah di lingkungan tempat tinggalnya melalui gerakan Reduce – Re-use – Recycle; dan berbagai tindakan nyata lainnya.
Dengan penggunaan metode yang tepat, tujuan pembelajaran yang mencakup pembangunan individu di ketiga ranah kognitif, afektif, dan psikomotor dapat dicapai dengan hasil yang memuaskan.
5.      Faktor materi pembelajaran.
Pada bagian ini, hal yang perlu diperhatikan dalam materi pembelajaran adalah apa materinya (what), seberapa banyak (how much), dan bagaimana tingkat kesulitan (how hard) materi yang hendak dipelajari. Berikut penjelasan masing-masing:
a.      What’, apa materi yang hendak dipelajari.
Setiap mata pelajaran memiliki karakternya sendiri-sendiri, salah satunya bisa ditelusur dari materi yang tercakup dalam mata pelajaran tersebut. Secara umum, materi (dalam hal ini menunjuk pada content and substancy) antara mata pelajaran bidang ilmu alam dan bidang ilmu sosial terdapat perbedaan-perbedaan yang jelas. Pemilihan metode pembelajaran yang tepat salah satunya harus berbasis pada content dan substancy materi pembelajaran.
Misalnya dalam bidang ilmu alam, untuk mempelajari reaksi kimia dipilih pendekatan inquiry. Agar menemukan jawaban sendiri, inquiry dilakukan dengan metode eksperimen dengan melakukan percobaan di laboratorium untuk mengetahui suatu reaksi kimia tertentu. Secara sederhana diilustrasilan dalam alur berikut ini: Mata pelajaran KIMIA à Materi: Reaksi Kimia à Pendekatan: INQUIRY à Metode: EKSPERIMEN à Uji coba di laboratorium.
Contoh lain, dalam bidang ilmu sosial, untuk mengetahui dampak ekonomi yang ditimbulkan akibat bencana erupsi gunung Merapi terhadap perekonomian masyarakat di sekitar kawasan bencana, maka dipilih pendekatan inquiry dengan metode penelusuran dokumen melalui pemberitaan di berbagai media massa. Ilustrasi sederhana, dengan alur sebagai berikut: Mata pelajaran EKONOMI à Materi: Dampak Ekonomi Pasca Bencana Alam à Pendekatan: INQUIRY à Metode: DOKUMENTASI à Penelusuran dokumen yang bersumber dari media massa, bisa juga dengan pembuatan kliping.
b.      How much, seberapa banyak materi yang hendak dipelajari.
Jumlah materi yang akan dipelajari menjadi salah satu dasar pertimbangan dalam menentukan metode pembelajaran yang akan dipakai. Metode pembelajaran yang dipilih harus efektif, efisien, praktis dalam aplikasinya sehingga cakupan materi yang hendak dipelajari dapat dengan tuntas diselesaikan. Dalam satu kali pertemuan, tidak jarang cakupan materi yang dipelajari jumlahnya kecil maupun besar. Penggunaan metode pembelajaran yang tepat akan memudahkan guru dan peserta didik untuk menyelesaikan jumlah materi yang harus ditempuh.
c.       How hard, seberapa sulit materi yang hendak dipelajari.
Materi pelajaran memiliki tingkat kedalaman, keluasan, kerumitan yang berbeda-beda. Materi pembelajaran dengan tingkat kesulitan yang tinggi biasanya menuntut langkah-langkah analisis dalam tataran yang beragam. Analisis bisa hanya pada tataran dangkal, sedang, maupun analisis secara mendalam. Pemilihan metode pembelajaran yang tepat mampu memberikan arahan praktis untuk mengatasi tingkat kesulitan suatu materi pembelajaran.
6.      Faktor alokasi waktu pembelajaran.
Pemilihan metode pembelajaran yang tepat juga harus memperhitungkan ketersediaan waktu. Rancangan belajar yang baik adalah penggunaan alokasi waktu yang dihitung secara terperinci, agar pembelajaran berjalan dengan dinamis, tidak ada waktu terbuang tanpa arti. Kegiatan pembukaan, inti, dan penutup disusun secara sistematis. Dalam kegiatan inti yang meliputi tahap eksplorasi – elaborasi – konfirmasi, mengambil bagian waktu dengan porsi terbesar dibandingkan dengan kegiatan pembuka dan penutup.
Pemilihan metode pembelajaran pada kenyataannya dapat menciptakan suasana belajar yang dinamis dan praktis dalam penggunaan waktu. Dalam gambaran yang sederhana, suatu materi pembelajaran yang banyak dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif lebih cepat dengan penggunaan metode cooperatif learning dengan berbagai variasi dan  pengembangannya.
7.      Faktor kesanggupan guru.
Guru memang dituntut untuk selalu menunjukkan performa yang selalu prima dalam setiap pembelajaran yang diampunya. Namun demikian, guru tetaplah manusia dengan berbagai kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya. Memilih suatu metode pembelajaran pun harus menimbang kesanggupan guru. Akan tetapi, hal ini tidak menjadi dalih pembenaran bagi guru untuk menunjukkan performa yang terlalu apa adanya, dan yang biasa-biasa saja.
Tuntutan untuk senantiasa meningkatkan kapasitas dan kualitas harus selalu diupayakan oleh setiap pendidik. Faktor kesanggupan guru bukanlah suatu pembatas bagi guru untuk memunculkan ide, kreativitas, dan inovasi-inovasi segar yang dapat memunculkan ‘ruh’ dalam pembelajaran yang diselenggarakannya. Dalam paparan sederhana misalnya, guru yang memiliki ‘sense of humor’ banyak disukai muridnya, tetapi guru tidak perlu memaksakan diri untuk menjadi ‘orang lucu’ di depan muridnya agar ia disukai. Cukup dengan penggunaan metode pembelajaran yang mampu memunculkan antusiasme belajar siswa, maka guru akan menjadi orang yang ‘diterima’ dan disukai peserta didiknya.
Alasan agar disukai murid, juga tidak boleh menjadikan guru terlena, karena hakikatnya tujuan pembelajaran jauh lebih mulia jika dibandingkan alasan tersebut. Guru memiliki tugas mulia menhantarkan peserta didiknya meraih cita-cita di masa depan. Menjadi disukai adalah ‘bonus’ atau kompensasi dari kineja guru yang dilaksanakan secara profesional dan mantap.

Sabtu, 30 Maret 2013

Pentingnya Pemilihan Metode Pembelajaran bagi Pelaksanaan Pembelajaran di Kelas


Trend pendidikan modern memusatkan kegiatan belajar pada aktifitas peserta didik. Guru tidak lagi mendominasi pelaksanaan pembelajaran di kelas. Paradigma pembelajaran yang demikian memiliki tujuan yang positif bagi pembangunan kualitas sumber daya manusia sebagai aset pembangunan bangsa dan negara. Student center sebagai salah satu pendekatan pembelajaran dirasakan lebih efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran sekaligus dalam membangun kecerdasan peserta didik yang meliputi tiga ranah penting. Wajah pendidikan di masa lalu selalu terfokus pada pembentukan kecerdasan pada ranah kognitif, sedangkan kecerdasan pada ranah afektif dan psikomotor sering kali diabaikan. Pendidikan di masa lalu kurang memberikan tempat dan pengakuan bagi pengembangan multi intelegency yang tidak hanya meliputi ranah kognitif, tetapi juga ranah afektif dan psikomotor peserta didik.  Pembelajaran yang hanya berkonsentrasi pada pembangunan kognitif ternyata kurang berhasil menciptakan sumber daya manusia yang dibutuhkan jaman.
Pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher center), faktanya justru kurang memberikan ruang bagi perkembangan peserta didik agar memiliki kecerdasan di tiga ranah penting tersebut. Agar dapat meraih keberhasilan dalam hidup, seseorang tidak cukup berbekal kecerdasan kognitif saja. Pembentukan kapasitas dan kualitas seseorang yang diperoleh di bangku sekolah harus dilakukan dengan cara membangun ketiga ranah tersebut secara bersamaan. Pendekatan pembelajaran yang berbasis student center akan lebih aplikatif jika dituangkan dalam bentuk metode-metode pembelajaran. Berbagai inovasi pembelajaran marak disosialisasikan oleh para pakar pendidikan. Kalangan pendidik pun tidak mau kalah dalam berinovasi menemukan dan mengembangkan berbagai metode pembelajaran.
Komitmen positif para pemerhati pendidikan tersebut, bukan tanpa alasan. Berbagai problematika yang mewarnai pelaksanaan pembelajaran dipandang sebagai suatu hambatan dalam langkah nyata untuk mengembangkan kecerdasan pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Metode pembelajaran memiliki arti penting dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan pembelajaran. Berikut ini adalah alasan pentingnya pemilihan metode pembelajaran bagi pelaksanaan pembelajaran di kelas, yakni:
1.      Metode sebagai strategi pembelajaran.
Strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R David, Wina Senjaya (2008: 42) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran.
Perbedaan daya serap peserta didik terhadap pelajaran, memerlukan staregi pembelajaran yang tepat. Dalam satu kelas kemampuan peserta didik untuk menyerap pelajaran berbeda-beda, demikian pula gaya belajarnya. Sebagian peserta didik mungkin condong pada kemampuan menangkap pelajaran berdasarkan audiotori, visual, maupun audio – visual. Pemilihan metode pembelajaran yang tepat akan mampu mengatasi perbedaan daya serap tersebut.
2.      Metode sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Robert F. Mager (1962) mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran adalah perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan tingkat kompetensi tertentu. Oemar Hamalik (2005) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsung pembelajaran (diunduh dari http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/08/30/tujuan-pembelajaran-sebagai-komponen-penting-dalam-pembelajaran/, diakses pada Kamis, 27 Maret 2013).
Metode pembelajaran merupakan alat yang dipakai untuk mencapai tujuan pembelajaran. Penggunaan metode pembelajaran yang tepat akan menjadikan kegiatan belajar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Keberhasilan pelaksanaan pembelajaran dapat diukur dari perubahan perilaku peserta didik setelah proses pembelajaran usai. Dinyatakan sebagai perubahan perilaku, karena perubahan yang terjadi tidak hanya pada tataran pengetahuan peserta didik, tetapi meliputi sikap dan cara pandang peserta didik terhadap realitas disekitarnya.
Pemilihan suatu metode pembelajaran secara individu, maupun kombinasi antara beberapa metode pembelajaran sebagai alat untuk mencapai tujuan pembelajaran harus disesuaikan dengan kondisi-kondisi yang mempengaruhi pembelajaran. Tujuan pembelajaran dikatakan tercapai manakala terjadi perubahan perilaku peserta didik, dan perubahan perilaku tersebut cenderung bertahan lama.
3.      Metode sebagai alat motivasi ekstrinsik.
Metode sebagai alat motivasi ekstrinsik maksudnya, metode berfungsi sebagai alat perangsang dari luar yang dapat membangkitkan minat belajar seseorang. Penggunaan metode yang tepat dan bervariasi akan dapat dijadikan sebagai alat motivasi ekstrinsik dalam kegiatan pembelajaran. Pembelajaran konvensional yang tidak banyak menggunakan metode yang bervariasi dan kurang membuat siswa aktif, akan menimbulkan kebosanan. Siswa akan menjadi pasif, tidak bersemangat, dan antusiame rendah saat mengikuti pelajaran di kelas.
             Pemilihan metode belajar yang inovatif dan memberikan ruang yang luas bagi aktualisasi diri siswa akan memunculkan ‘kegembiraan belajar’. Kegembiraan belajar merupakan atmosfer yang perlu diciptakan oleh guru melalui penggunaan metode pembelajaran yang menantang, interaktif, menarik minat, serta mampu memenangkan perhatian siswa. Pemilihan metode pembelajaran harus mampu melibatkan setiap siswa di kelas untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran dengan porsi dan peranan yang beragam. Dengan demikian, tidak ada seorang pun peserta didik yang tidak terlibat dalam proses berpikir, memahami, dan melakukan kegiatan belajar secara keseluruhan. Penggunaan metode belajar yang tepat, akan mampu meminimalisir adanya alasan siswa tidak memiliki kesempatan berpartisipasi, alokasi waktu yang kurang, terlalu banyaknya jumlah peserta didik dalam satu kelas, dan berbagai alasan yang menyebabkan siswa merasa bosan dan enggan secara intens melibatkan diri dalam pembelajaran siswa aktif.